ILMU TAFSIR


ILMU TAFSIR*
Oleh; Muchlis M. Hanafi**


Nashr Abu Zeid  dalam bukunya "Mafhûm al-Nash" menyatakan, Alquran adalah teks bahasa yang telah memainkan peranan penting dalam sejarah kebudayaan Arab dan islam. Tidak berlebihan kalau peradaban tersebut dinilai sebagai "peradaban teks". Artinya peradaban yang mengakar pada nash. Hal itu tidak berarti nash an sich telah membangun peradaban. Tetapi, lebih lanjut ia mengatakan, bahwa peradaban tersebut timbul akibat interaksi manusia dengan teks dan interaksi manusia dengan realitas.[1]
Interaksi manusia dengan segala realitas dimensi kehidupan; politik, ekonomi, sosial dan budaya di satu pihak, dan interaksinya dengan Alquran di pihak lain telah banyak menghasilkan penafsiran. Penafsiran tersebut pada gilirannya membentuk tatanan hidup masyarakat yang sangat dominan. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, penafsiran tersebut dituntut agar selalu sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Maka keberadaan seorang mufassir pada setiap zaman adalah suatu hal yang urgen. Urgensinya adalah seperti perlunya seorang pasien kepada dokter. Sehingga diharapkan Alquran dapat memberikan jawaban bagi segala problematika hidup manusia.
Dalam studi-studi keislaman, Alquran pada hakikatnya menempati posisi sentral. Di samping berfungsi sebagai huda (petunjuk), Alquran juga berfungsi sebagai pembeda (Furqân). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
Keberadaan Alquran di tengah-tengah umat islam, telah melahirkan banyak disiplin ilmu keislaman dan metode-metode penelitian. Ini dimulai dengan disusunnya kaidah-kaidah ilmu nahwu oleh Abu-l-Aswad Al-Dualy, atas petunjuk Sayyidina Ali, sampai dengan lahirnya Ushul Fiqh oleh Imam Syafi'i, bahkan hingga kini, dengan lahirnya berbagai metode penafsiran Alquran.
Di samping itu, karena Alquran berbicara tentang berbagai aspek kehidupan serta mengemukakan berbagai aneka ragam masalah, yang merupakan pokok-pokok bahasan berbagai disiplin ilmu, maka kandungannya tidak dapat dipahami secara baik dan benar tanpa mengetahui hasil-hasil penelitian dan studi pada bidang yang dipaparkan oleh Alquran.[2]
Dari sini, maka seseorang yang akan menyelami lautan ilmu Alquran harus mengerti dengan baik ilmu-ilmu yang terkait dengannya agar dapat menemukan mutiaranya yang berharga. Indah tidaknya mutiara yang diperoleh tentunya sesuai dengan persiapan yang dimiliki. Tulisan singkat ini akan berusaha memaparkan beberapa hal yang dipandang perlu sebagai persiapan mencari mutiara di lautan Alquran yang tiada batas.

Tema-Tema Pokok Bahasan.
           
Sebelum menguraikan lebih jauh, perlu ditegaskan, tulisan ini sebenarnya didasari oleh kesadaran bahwa membekali diri untuk menjadi seorang mufassir tidak lepas dari dua hal; pembekalan yang bersifat teoritis (Al-Jânib al-Nazhary) dan praktis (Al-Jânib al-'Amaly). Tanpa mengabaikan dimensi praktis, hemat penulis, pada tataran kajian-kajian akademis al-Jânib al-Nazhary seyogianya mendapatkan perhatian serius. Diharapkan dimensi ini dapat menjadi 'kunci' untuk membuka khazanah Alquran. Dengan demikian, pengajaran tafsir tidak hanya terpaku pada penafsiran ayat per ayat  atau masalah tertentu, tetapi dengan pembekalan kunci-kunci yang dapat digunakan untuk memahami Alquran secara mandiri. Dari sini juga diharapakan muncul pemahaman-pemahaman segar di sekitar kandungan Alquran.
Seperti dikatakan Al-Zarkasyi, mempelajari Alquran membutuhkan waktu yang sangat lama. "Al-Shina'ah thawîlah wa al-'umr qashîr" (ilmu pengetahuan amat luas, sedangkan usia itu pendek), demikian Al-Zarkasyi mengantari karya monumentalnya "Al-Burhân Fî Ulûm Al-Qur'âan".[3]  Memang, seperti diakui oleh semua pihak, materi-materi Tafsir dan ilmunya demikian luas, sehingga tidak mungkin akan tercakup berapa pun jumlah alokasi waktu yang disediakan. Maka yang dipaparkan dalam tulisan ini hanyalah sekadar hasil seleksi terhadap beberapa materi ilmu Alquran yang sangat mendesak untuk diketahui oleh para pemula.
 Demikian sekadar pengantar. Berikut ini beberapa komponen dalam ilmu tafsir yang dapat dijadikan bahan kajian.[4]

I. Pengenalan terhadap Alquran
Komponen ini mencakup;
1.      Sumber Alquran (wahyu)
a.       Jenis dan macam-macamnya
b.      Deskripsi Alquran tentang wahyu dan kenabian
c.       Sifat "ummiy" Nabi Muhammad Saw.
d.      Bantahan terhadap tuduhan Alquran bersumber dari Nabi Muhammad Saw.
e.       Bantahan terhadap tuduhan Alquran dipelajari Rasulullah melalui orang lain

2.      Sejarah Naskah Alquran
a.       Pengumpulan Alquran
b.       Mushaf-mushaf Pra Utsmani
c.       Rasm mushaf
d.      Keaslian dan keutuhan Alquran

3.      Kemukjizatan Alquran dalam berbagai dimensinya
4.      Munasabat Alquran (Korelasi antara ayat dengan ayat dan surat dengan surat dalam Alquran)
5.      Metode Alquran dalam istidlâl
a.       Metode penjelasan (Qisshah dan Amtsâl)
b.      Metode dialog (hiwâr dan jadal)
c.       Metode penegasan (qasam)

6.      Konsep Qath'iy dan Zhanniy
7.      Nâsikh dan Mansûkh
8.      Muhkam dan Mutasyâbih
9.      Kisah "Tujuh Huruf" (Al-Ahruf al-Sab'ah) dan Qirâ'ât.
10.  Kronologi Alquran (Asbâb al-Nuzûl, Makky dan Madany)
a.       Pandangan ulama islam tentang penanggalan Alquran
b.      Teori kesarjanaan Barat tentang penanggalan Alquran
c.       Kegagalan setiap usaha penyusunan kronologi Alquran

II.  Metode-metode tafsir
·        Metode Tafsir Klasik
1. Tafsir bi-l-Ma'tsûr
d.      Definisi
e.       Perkembangannya dari masa ke masa
f.       Subyektifitas mufassir dalam metode ini
g.      Kelemahan dan keistimewaan metode ini
h.      Telaah kritis, betulkah metode ini adalah yang terbaik seperti disepakati oleh ulama mutaqaddimîn

2. Tafsir bi-l-Ra'yi
a.   Definisi
b.      Sikap ulama terhadap tafsir bi-l-ra'yi
c.       Perangkat keilmuan yang harus dimiliki oleh mufasir bi-l-ra'yi
d.      Kaidah-kaidah yang harus diperhatikan oleh mufassir
e.       Kelemahan dan keistimewaan metode bi-l-ra'yi

3. Tafsir Isyâri (sufi)
a.       Definisi
b.      Perbedaan antara tafsir isyari  dan tafsir teoritis sufi
c.       Tafsir isyâri dalam pandangan syari'at islam
d.      Telaah kritis terhadap tafsir isyâri
e.       Sikap ulama terhadap tafsir isyari
f.       Syarat-syarat diterimanya tafsir isyari
g.      Contoh-contoh tafsir isyari


·        Tren Penafsiran Modern
1.      Tafsir Maudhû'iy (tematis)
a.       Keistimewaan dan kelemahannya
b.      Langkah-langkah yang ditempuh seorang mufassir mawdhu'iy

2.      Tafsir Maudhî'iy (kronologi ayat)
3.      Corak sosial kemasyarakatan (Ittijâh Ijtimâ'iy)
4.      Corak ilmah (Ittijâh 'Ilmiy)
5.      Corak sastera (Ittijâh Adabiy)

III.      Kitab-kitab tafsir dan para mufassir (pada komponen hanya disebutkan beberapa kitab yang menurut hemat penulis cukup representatif)
·        Tafsir bi-l-Ma'tsûr;
1.      Jâmi' al-Bayân  karya Al-Thabary
2.      Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm karya Ibnu Katsir
a.       Biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya
b.      Metode dan prinsip-prinsip yang digunakan oleh pengarang
c.       Keistimewaan dan kelemahannya

·        Tafsir  bi-l-ra'yi;
1. Mafâtîh al-Ghayb karya al-Râzy
2. Rûh al-Ma'âny karya al-Alûsy
a.       Biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarang
b.      Metode dan prinsip-prinsip yang digunakan
c.       Kelebihan dan keistimewaannya

·        Corak tafsir ijtimâ'iy; tafsir Muhammad Abduh
a.       Biografi Syeikh M. Abduh
b.      Komparasi metode Abduh dan para mufassir sebelumnya
c.       Prinsip-prinsip dasar dalam metode Abduh
d.      Sikap Abduh terhadap masalah-masalah sosial
e.       Pengaruh Abduh terhadap tafsir al-Manâr karya Rasyid Ridha dan para mufassir setelahnya
f.       Sekilas tentang tafsir al-Manâr, keistimewaan dan kelemahannya

·        Corak tafsir sastera; tafsir bayâny Amin al-Khûly dan Bintu Syathi
a.       Akar penafsiran dengan metode bayâny dalam khazanah islam klasik
b.      Dasar-dasar yang diletakkan oleh Abduh dalam metode bayâny
c.       Peran Amin al-Khuly dan Bintu Syathi dalam pengembangan metode
d.      Pembaharuan metode tafsir versi Amin al-Khuly
e.       Sikap Amin Al-Khuly terhadap tafsir ilmiah

IV. Metode Kritik Tafsir (Pengantar Ilmu "Dakhîl")

1. Definisi dan sejarah perkembangan dakhîl dalam tafsir
2. Sumber-sumber otentik penafsiran Alquran
·        Bi-l-Ma'tsûr; batasan-batasan penerimaan tafsir  bi-l-ma'tsur yang berupa penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadits Nabi, ayat dengan qaul Shahâby dan tâbi'iy
·        Bi-l-ra'yi; penafsiran dengan ijtihad yang dapat diterima

3. Beberapa sebab kekeliruan dalam tafsir
·        Bi-l-Ma'tsur; menggunakan riwayat-riwayat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya seperti, hadits dha'if, mawdhu', isrâîliyyât dan qaul Shahâby atau tâbi'iy, meskipun sahih, yang bertentangan dengan akal.
·        Bi-l-ra'yi;
a.       "memaksakan kehendak" terhadap Alquran tanpa memperhatikan kontek ayat dan kaidah-kaidah kebahasaan.
b.      tidak memahami kaidah-kaidah dalam menyikapi ayat-ayat "yang terkesan kontradiksi".
c.       Tidak memiliki atau kurang memenuhi prasyarat keilmuan seorang mufassir.

4.      Beberapa langkah yang harus ditempuh untuk membersihkan kitab-kitab tafsir dari berbagai macam kekeliruan yang pernah ada.

V. Kaidah-kaidah tafsir
Komponen ini mencakup;
·        Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan Alquran
·        Sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran
·        Patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat Alquran, baik dari ilmu-ilmu bantu seperti bahasa dan ushul fiqh, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan Alquran.

Sebagai contoh dapat dikemukakan beberapa kaidah berikut;
·        Kaidah ism dan fi'il
·        Kaidah ta'rîf dan tankîr
·        Kaidah istifhâm
·        Ma'âny al-hurûf seperti, 'asâ, la'alla, in, idza, dan sebagainya
·        Kaidah soal dan jawab
·        Kaidah pengulangan (tikrâr)
·        Kaidah dhamîr, dan sebagainya.

Waakhîran,
Demikian uraian ini penulis sampaikan, koreksi dan masukan dari peserta sangat diharapkan, Wallâhul hâdî ilâ sabîli al-rasyâd.

Hayy el-Ashir,
9 Agustus 2000 M/2 Jumâdal ûlâ 1421 H



























*               Disampaikan pada Rapat Perdana Forum Studi Tafsir Alquran Mahasiswa Kairo di Wisma Nusantara,
**             Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Tafsir Universitas Al-Azhar, Kairo
[1]               Lihat Mafhum al-Nash, Dr. Nashr Hamid Abu Zeid, hal. 5
[2]               Membumikan Alquran, Dr. M. Quraish Shihab, hal. 151
[3]               Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulum Al-Qur'an, Dâr El-Fikr, Beirut, 1988, hal. 30
[4]               Bahasan ini dikembangkan dari Pokok-pokok pikiran Quraish Shihab dalam Membumikan Alquran, hal. 150-155