Kosakata Alquran*)
Oleh: Muhammad Arifin**)
Persoalan ini merupakan salah satu persoalan yang paling banyak menimbulkan kontroversi di kalangan umat Islam sejak abad pertama hijriah. Di antara mereka yang tidak meyakini adanya sejumlah kata dalam Alquran yang merupakan unsur serapan asing adalah Imam Syâfi‘î (w. 204 H.), Abû ‘Ubaydah (w. 210 H.) yang merupakan salah seorang bahasawan tekemuka, Muhammad ibn Jarîr al-Thabarî (w. 310 H.), mufasir terkemuka, dan Abû Bakr al-Bâqilânî (w. 403 H.). Landasan mereka adalah dua ayat berikut:
Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai bacaan yang berbahasa Arab agar mereka berpikir (Q., s. Yûsuf: 2)
Seandainya Kami jadikan Alquran itu sebagai … (Q., s. Fushshilat: 44).
Lagi pula, kalau bangsa Arab tidak mampu mendatangkan sesuatu seperti yang ada di dalam Alquran, adanya unsur bahasa asing di dalamnya akan menjadi alasan bagi mereka atas ketidakmampuan itu.
Tetapi, selain mereka yang tidak mempercayai adanya unsur bahasa asing di dalam Alquran, terdapat pula sejumlah tokoh yang mengakui hal itu. Ibn ‘Abbâs (w. 68 H.), ‘Ikrimah (w 105 H.) dan Abû Muse al-Asy‘ariy (w. 42 H.) adalah beberapa contohnya.
Imam Thabariy beralasan bahwa mungkin saja satu kata yang sama digunakan oleh dua bahasa atau lebih dengan makna yang sama pula. Sebuah pendapat yang kemudian ditentang oleh Ibn ‘Athiyyah. Menurutnya, jika terdapat kesamaan kata dalam dua bahasa dengan makna yang sama, maka salah satunya mesti merupakan bahasa asal dan yang lain bahasa yang menyerap (h. 134). Dan pendapat Ibn ‘Athiyyah ini sejalan dengan teori bahasa modern. Sementara itu, dengan gaya moderat, Zarkasyi mengomentari ihwal unsur serapan asing dalam bahasa Alquran ini, “Ketika Alquran diturunkan, kata-kata asing itu telah bercampur dengan bahasa sehari-hari bangsa Arab. Maka, orang yang berpendapat bahwa kata-kata itu bahasa Arab adalah benar, dan orang yang berpendapat bahwa kata-kata itu adalah unsur bahasa asing juga benar.”
Lebih jauh Ibn ‘Athiyyah mengatakan bahwa adanya beberapa unsur bahasa asing di dalam bahasa Arab yang digunakan oleh Alquran, tidak lepas dari gejala saling mempengaruhi yang terjadi pada hampir semua bahasa dunia. Apalagi bangsa Arab, pada masa-masa sebelum diturunkannya Alquran, sudah menjalin hubungan dengan bangsa lain melalui kontak perdagangan, kebudayaan dan lain-lain –seperti rihlat al-syitâ’ wa al-shayf yang dilakukan oleh bangsa Quraisy setiap tahun, misalnya. Melalui kontak semacam itu, beberapa kata asing yang tidak ada padannya di dalam bahasa Arab diserap oleh bangsa Arab yang secara perlahan-lahan kemudian mengalami proses penyesuaian dengan bahasa Arab. Kata-kata serapan itu, pada masa-masa selanjutnya, digunakan oleh penyair dan orator sehingga seolah-olah benar-benar merupakan bahasa Arab. Dalam kondisi demikianlah Alquran diturunkan.”
Mereka yang meyakini adanya unsur serapan asing dalam bahasa Alquran itu kemudian mencoba mengumpulkan kata-kata yang dianggap berasal dari bahasa bukan Arab. Al-Zarkasyi (w. 794 H.) berhasil mengulkan kata-kata itu yang berjumlah 25 kata (hal 25). Ada yang berasal dari bahasa Yunani, Persi, Irani, India, Mesir Kuna dan bahasa Maghrib (Badawi sendiri mempertanyakan, apa yang dimaksud dengan bahasa Maghrib itu). Semenatara Imam al-Suyuthi menemukan sebanyak 119 unsur serapan asing yang digunakan dalam Alquran (hal. 146).
Namun, tidak semua unsur serapan asing itu benar adanya. Bagi Badawi, ada kejanggalan yang membuatnya tidak meyakini beberapa kata itu merupakan unsur asing. Kalau yang dimaksud dengan bahasa Maghrib (lughah ahl al-maghrib) itu adalah bahasa Barbar –seperti diterangkan oleh Sayuthi dalam al-Itqân, vol. I, Kairo, 1935– hal itu sungguh sulit diterima. Sebab, hampir tidak mungkin terjadi penyerapan bahasa Barbar ke dalam bahasa Arab pada masa-masa pra Islam atau pada masa-masa turunnya Alquran, mengingat bahwa bangsa Barbar sendiri ketika itu tidak lebih maju dari bangsa Arab.
Tampaknya, kata Badawi, Ibn Abbas, Ikrimah dan Abu Musa al-Asy‘ari itu bukan orang-orang yang menguasai bahasa asing dengan baik. Beberapa pendapat mereka memang menunjukkan adanya penguasaan bahasa asing itu. Seperti kata qisthâs, misalnya, yang berasal dari kata Yunani “dikastés” yang berarti ‘hakim’ atau ‘kadi’; atau dari kata Yunani lain “xestés” yang berarti ‘satuan ukuran’. Tetapi, mengapa mereka tidak menyebutkan kata dînâr (Q., s. âl ‘Imrân: 68) yang berasal dari kata denarion, dirham dari kata drakhme, qinthâr dari kata kentenarion, shirâth dari kata strata, dll .
Dari situ, Badawi mencoba mengajukan “temuan”-nya tentang beberapa sunsur bahasa asing yang diduga tidak benar. Menurutnya, kata qisth atau qisthâs (keadilan) bukan berasal dari bahasa Yunani, tetapi berasal dari bahasa Latin justus atau justitia yang berarti ‘orang yang adil’ atau ‘keadilan’ (hal. 148, yang dalam bahasa Inggris menjadi just dan justice. Apalagi dalam praktek arabisasi (pemasukan unsur bahasa asing ke dalam bahasa Arab) dikenal gejala yang disebut pembuangan suku kata akhir -us. Kata Suqrâth, misalnya, berasal dari kata Socratés yang diarabkan (mengalami proses arabisasi) dengan pembuangan suku kata akhir -és. Kata kahf (‘gua’) juga berasal dari bahasa Latin gavea (dalam bahasa Inggris menjadi cave). Kata qinthâr berasal dari bahasa Latin quintal atau quintulium, yaitu ukuran berat = 100 pon (1 pon = 0,5 kg). Dalam bahasa Indonesia kita juga mengenal kata kuintal = ukuran 100 kg. Dan kata shirâth juga berasal dari bahasa Latin strata yang setelah diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi street.
DAFTAR KATA ASING DI DALAM ALQURAN MENURUT ZARKASYI (794 H/ 1391 M) | ||||
A | No. | Kata | Asal Bahasa | Arti |
| 1. | Thafiqa | Yunani | melakukan sesuatu |
| 2. | qisth, qisthâs | Yunani | keadilan |
| 3. | Raqîm | Yunani | meja makan |
B. | 1. | Istabraq | Persia: istabrah | kain tebal |
| 2. | Sijill | Persia | daftar |
C. | 1. | Hudnâ | Ibrani | kami bertobat, kami kembali |
| 2. | Thâhâ | Ibrani | letakkan kakimu! |
| 3. | Alîm | Ibrani | menyakitkan, pedih |
D. | 1. | Thûr | Suryaniyah | gunung |
E. | 1. | Sînîn | Nabthiyah | baik, bagus, indah |
F. | 1. | nâsyi’ah | Amhariyah | bangun tengah malam |
| 2. | Kiflayn | Amhariyah | dua kali |
| 3. | | | |
| 4. | Misykâh | Amhariyah | energi cayaha |
| 5. | Durriy | Amhariyah | terang, bercahaya |
G. | 1. | Sundus | India | kain penutup halus/ lembut |
H. | 1. | Âkhirah | Qibthi/ Koptik | pertama |
| 2. | warâ’ahum | | di depan mereka |
| 3. | Yamm | | laut |
| 4. | bathâ’inuhâ | | di luarnya |
I | 1. | Muhl | Maroko (?) | |
| 2. | Yusyâr | | |
| 3. | inâhu (Al-Ahzâb: 53) | | thahwun |
| 4. | Abb | | rumput |
Total | 25 | | | |