KORELASI AL QUR-AN


“KORELASI” AL-QUR’AN
Oleh: Mamdud El Muzhaffar
 
Mukaddimah
 
               Ilmu Munasabat adalah ilmu yang mulia dimana sedikit para ulama yang mendalaminya, disebabkan oleh begitu dalamnya (diqqahnya) ilmu tersebut. Sehingga spara Ulama bukan saja harus menginterpretasi Al-Qur’an  dengan metodelogi balaghoh, tetapi juga harus meng-gunakan metodologi ilmu kalam sebagaimana yang ada para ahli sunnah seperti : Al-Ghazali, Abu Ishaq Isfarayaini, Imam Haramain, Abu Al-Hasan Al-Asy’ari. Metodologi ini lah yang membuat hati mereka lebih terbuka dan lebih mudah mendapatkan jalan untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab hidayah, petunjuk keagamaan dan kehidupan. Menurut Fachruddin Arrozi, dengan menggunakan metodologi ilmu kalam dalam menginterpretasikan Al-Qur’an kita akan mendapatkan I’jaz Ilmi di dalamnya. Menurut beliau juga I’jaz Al-Qur’an bukan hanya dapat diperoleh dengan metode balaghoh seperti yang dipakai Zamakhsyari dalam kitabnya  “Al-Kassyaf” tetapi juga I’jaz Al-Qur’an dapat diperoleh dengan metode ilmu kalam. 
               Ilmu Munasabat secara umum adalah ilmu untuk mengetahui sebab urutan (‘ilal at-tartib). Secara etimologi المناسبة berarti المشاكلة dan المقاربة ,diambil dari kata نسب،النسبة yang artinya القرابة  . Jadi Ilmu Munasabat Al-Qur’an adalah Ilmu yang diunakan untuk mengetahui rahasia tertib/penyusunan ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an yang merupakan rahasia I’jaz Al-Qur’an yang tersembunyi. Menurut istilah para ulama, Munasabat adalah Pendekatan antara ayat-ayat atau surat-surat Al-Qur’an dengan menggunakan korelasi atau pengikat yang mengumpuslkan antara ayat dan surat Al-Qur’an.5 Faedah dari ilmu ini adalah untuk menunjukkan adanya ikatan dan hubungan antara bagian-bagian kalam dalam Al-Qur’an sehingga satu surat dalam Al-Qur’an akan terlihat seperti satu ayat atau satu judul yang mempunyai bagian yang saling terikat satu sama lain.
 
Sikap Para Ulama terhadap Ilmu Munasabat
 
A.Ulama yang kurang interest terhadap ilmu munasabat
               Seperti yang telah penulis paparkan di atas bahwasanya hanya sedikit para ulama yang concern terhadap ilmu munasabat ini. Sebagian para ulama tidak mensyaratkan ilmu munasabat dalam menginterpretasikan Al-Qur’an baik itu antara ayat ataupun surat. Imam Zarkasyi berkata: ”Jenis ilmu ini banyak diremehkan oleh para mufassir sedangkan faedahnya sangat banyak”.6 Diantara para ulama yang kurang tertarik para ilmu ini adalah Izzuddin ibn Abdussalam 7 beliau berkata seperti yang dikutip oleh Imam Zarkasyi “Munasabat adalah ilmu yang bagus (hasan) tetapi tidak disyaratkan harus korelasikan ayat atau surat satu sama lainnya karena sebagian dari ayat-ayat dalam satu surat turun dengan sebab yang berbeda-beda satu sama lainnya, maka barang siapa yang berusaha mengkolerasikan ayat-ayat tersebut maka dia telah dibebani oleh hal-hal yang diluar kemampuannya. Sesungguhnya Al-Quran turun dengan sebab-sebab dan hukum-hukum yang berbeda-beda ,oleh karena itu seseorang tidak bisa menghubungkan ayat  satu sama lainnya dengan hukum dan sebab nuzul yang berbeda-beda.”8 Untuk membantah statemen ini berkata Waliyuddin Al Mulwi salah satu dari gurunya Imam Zarkasyi yang dikutip oleh beliau sendiri “Telah salah faham orang yang mengatakan tidak adanya munasabat antara ayat-ayat Al-Quran justru karena exisnya ilmu munasabat  atas dasar kejadian yang berbeda-beda, singkat katanya exisnya munasabat  sesuai dengan kejadian turunnya ayat dan sesuai dengan urutan hikmah para ayat tersebut. Maka dari pada itu  seluruh surat dan ayat Al-Quran berurut secara terminasi (Qoth’i). Allah berfirman كتاب أحكمت آياته ثم فصلت من لدن حكيم خبير surat Hud 1. Diantara para Ulama  yang tidak terlalu interes terhadap ilmu ini adalah Imam Shauqani 9 dan Muhammad Farid Wajdi 10 mereka menganggap bahwasanya pembahasan munasabat hanya menghabiskan waktu saja.
  
 
B.Para Ulama yang interes terhadap ilmu munasabat
 
1. Abu Bakr An-Nisabury 11, beliau merupakan pencetus ilmu munasabat Al-Quran. Beliau sangat menguasai ilmu syariah dan adab. Jika dibacakan kepada beliau ayat suci Al-Quran beliau berkata: mengapa surat ini terletak di samping surat ini? Apa hikmah dari peletakkan surat tersebut? Beliau sangat menyayangkan ulama Baghdad karena tidak adanya pengetahuan mereka tentang ilmu munasabat.12 
 
2. Fachruddin Ar-Rozi, dalam tafsirnya “Mafatihul Ghaib” kitab ini dianggap sebagai kitab pertama dalam ilmu tafsir yang sangat concern terhadap ilmu munasabat. Meskipun Fachrurrazi telah didahului oleh Abu Bakr An-Nisabury dalam ilmu ini beliau adalah yang pertama menggunakan ilmu ini dalam kitab tafsirnya yang penuh dengan ilmu Al-Quran.
 
3. Abu Ja’far ibn Zubair, Ulama yang pertama kali mengarang buku khusus tentang Ilmu Munasabat yang berjudul “Al-Burhan Fi Tartibi Suwar Al-Quran”  Al-Biqa’i banyak menukil ilmu munasabat dari kitab ini. Abu Ja’far merupakan Ahli tajwid dan qiraat, beliau dapat membedakan antara hadist shahih dan lemah. Lahir pada th 627  H dan meninggal pada th 707.
 
4. Burhanuddin Ibrahim Al-Biqa’i 13 seorang ahli hadits, tafsir, adab dan menguasai segala ilmu. Salah satu Ulama yang tersohor para zamannya. Banyak mengarang buku dengan berbagai ilmu yang berbeda-beda. Buku terakhir dari 47 buku karangannya adalah “Nazm Ad-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa As-Suwar” Dari awal buku ini sampai surat An-Nas banyak memaparkan munasabat, sampai ayat yang sudah jelas ikatannya satu sama lain beliau tetap paparkan dalam kitabnya bahkan antara bagian ayat yang satu dengan yang lain. Al-Biqa’i banyak mengambil manfaat dari kitab-kitab dan para ulama sesuai dengan pernyataan Al-Biqa’i sendiri dalam mukoddimah kitabnya. Diantara ulama dan kitab yang beliau manfaatkan adalah : Al-Burhan Fi Ulum Al-Quran karya Al-Imam Zarkasyi, Al-Burhan Fi Tartib Suwar Al-Quran karya Abu Ja’far ibn Zubair , kitab Abu Al-Hasan Ali ibn Ahmad, Al-Khitaby.14
 
5. Jalaluddin As-Suyuti, lahir awal rajab th 849 H. Ia adalah ahli tafsir, hadist, fiqh, nahwu, ma’ani, bayan dan ilmu badi.’15 karangannya mencapai 300 buku dalam segala bidang ilmu yang berbeda. Salah satu kitab Asuyuti yang memaparkan tentang ilmu munasabat dalam Al-Quran adalah “Tanasuq Ad-Durar Fi Tanasub As-Suwar” kitab ini adalah kitab nomor dua setelah kitab Abu ja’far ibn Zubair. Bukunya kecil tetapi besar manfaatnya.
 
6. Abu Al-Fadhli Abdullah Muhammad Shodiq, dalam kitabnya “Jawahir Al-Bayan Fi Tanasub As-Suwar” seorang ulama yang semasa dengannya berkata “pengarang buku munasabat antara surat yang pertama adalah Abu Ja’far ibn Zubair kemudian Jalaluddin As-Suyuti dan buku saya ini adalah buku yang ketiga”16
 
7. Muhammad Rasyid Ridha, dalam tafsirnya “Al-Manar” murid dari Muhammad Abduh yang belajar dari gurunya  Jamaluddin Al-Afghani. Rasyid ridha berkeinginan keras untuk belajar dari Jalamuddin Al-Afghani namun beliau telah wafat. Dalam tafsirnya Rasyid ridha banyak memaparkan munasabat baik itu antara ayat maupun surat. Beliau banyak mengambil pelajaran dari Alusi dalam tafsirnya “Ruhul Ma’ani”, Fachrurrozi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib.
 
8. Muhammad Abduh, dalam kitabnya “Tafsir Juz ‘Amma”. Kitab beliau ini ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah difahami, sehingga para pelajar pemula khususnya dalam bidang tafsir dapat memahaminya dengan mudah. Diantara sebab dikarangnya buku ini adalah sebagai buku pedoman (marja’) bagi para pengajar yang mengajar pemula dari pelajar Jamiyyah Khairiyyah Islamiyyah untuk supaya mereka terbisaa memahami Al-Quran sesuai dengan hafalannya dan supaya mereka mempunyai akidah yang lurus dengan memperhatikan ayat yang mereka hafal dan baca dari masalah tauhid ataupun nasehat dan ibrah supaya tercipta dalam diri mereka kekuatan untuk mengishlah pekerjaan mereka dan akhlak.17 Dari sini kita bisa ketahui bahwa Muhammad Abduh jarang menyinggung tentang munasabat dan beliau tidak bermaksud memunasabatkan ayat atau surat tetapi beliau hanya bermaksud menerangkan pembahasan dalam Al-Quran.
 
9. Syeikh Muhammad Syalthout, mantan syeikh Al-Azhar dalam kitabnya “Tafsir Al-Quran Al-Karim” Dalam kitabnya ini beliau sangat memperhatikan munasabat baik itu antara nujum surat atau antara surat satu sama lainnya kemudian beliau menggabungkannya sesuai dengan kesamaan  antar surat itu dalam satu judul.18 
 
10. Ibn Syahid Maisalun Muh ibn kamal Ahmad Al-Khatib, direktur majalah “At-Tamaddun Al-Islamy” Damaskus. Pengarang kitab “Nazrat Al-‘Ajalan Fi Aghradl Al-Quran” dalam buku ini beliau berusaha mendapatkan sesuatu yang baru  dari ilmu munasabat dengan membahas menyatuan judul dan tujuan surat dalam Al-Quran.19
 
11. Dr. Muhammad Abdullah Diraaz, dalam bukunya “An-Naba’ Al-‘Azim” beliau memiliki akal yang tajam dalam mencari munasabat ayat ataupun surat. Karena dalam mencari munasabat dalam Al-Quran dibutuhkan kejelian dan ketajaman pikiran maka dari para itu ilmu kalam sangat dibutuhkan sekali dalam munasabat untuk mencari I’jaz Al-Quran. Kitab beliau ini besar manfaatnya baik untuk sekarang ataupun yang  akan datang dalam upaya mencari I’jaz Al-Quran dengan bahasa yang kontemporer. Dalam buku ini  beliau menerangkan surat Al-Baqoroh secara mendetail dan mengkorelasikan ayat-ayat dalam surat tersebut serta membaginya menjadi empat judul.20
 
12. Imam Badruddin Muhammad ibn Abdillah Zarkasyi, dalam kitabnya “Al-Burhan Fi Ulum Al-Quran” salah seorang ulama yang tersohor para abad 8 beliau merupakan ahli hadist, tafsir, fiqh dan usuluddin. Dilahirkan di mesir pada th 745 dan meninggal pd th 794, kitab beliau ini banyak dijadikan pedoman bagi  para mufassir seperti Jalaluddin As-Suyuti dalam bukunya “Al-Itqan fi Ulum Al-Quran”. Kedua buku ini adalah pedoman bagi para ulama yang mempunyai takhassus dalam bidang ulum Al-Quran. Imam Zarkasyi merupakan salah satu ulama yang besar perhatiannya terhadap ilmu munasabat, banyak statemen beliau tentang illmu ini yang telah penulis paparkan diatas.
 
Penertiban Surat Al-Quran; Antara Qath’i atau Zanni
               Para ulama berbeda pendapat apakah penertiban surat dalam Al-Quran Tauqify (Qath’i ) dari Rasul SAW ataukah Ijtihad dari sahabat? Di antara para ulama yang cenderung kepada ijtihad sahabat adalah Imam Malik dan Qadli Abu Bakr. Adapun Baihaqi berpendapat bahwasanya tartib surat adalah tauqify dari Rasul SAW kecuali surat Baro’ah dan surat Al-Anfal, dengan dalil hadist Ustman RA yang isinya sejarah turunnya surat Al-Anfal dan Al-Baroah hampir sama, Nabi telah meninggal dan belum menerangkan kepada kami apakah surat Al-Anfal termasuk kedalam surat Baroah, dan kami mengira surat Anfal bagian dari Baroah kemudian saya pisahkan keduanya dan tidak saya tulis basmalah antara keduanya.21shahih hakim. Jalaluddin As-Suyuti berpendapat, bahwasanya hadist ini tidak menunjukkan bahwasanya ustman RA lah yang menertibkan kedua surat tersebut dengan ijtihad beliau akan tetapi hadist ini menunjukkan bahwasanya Ustman hanya mengira kedua surat tersebut adalah satu surat, maka dari para itu beliau tidak menulis basmalah antara kedua surat tersebut. Adapun Ulama yang cenderung kepara Tauqify (Qath’i) dari Rasul SAW adalah Al-Kirmany, At-Thiby, Ibn Al-Hishor, Abu Ja’far An-Nuhas, Ibn ‘Athiyyah. Menurut pendapat Jumhur kedua surat ini independen satu sama lainnya dan Nabi Muhammad SAW tidak menyuruh menuliskan basmalah diantara keduanya, seperti yang terdapat pada kitab Mustadrok lil Hakim 22 Penulis tidak akan panjang lebar membahas masalah ini, bisa dibaca dalam Al-Burhan Fi ulum Al-Quran li Zarkasyi 1/244-270. Sedikit penulis bahas masalah ini karena exisnya ilmu munasabat ini didasari oleh urutan ayat dan surat yang Qath’i.
 
Macam-macam Korelasi Al-Quran
 
I. Korelasi antar Ayat
 
A. Munasabat antar bagian-bagian ayat, contoh pertama : ولاتقتلوا أولادكم من املاق نحن نرزقكم و اياهم surat Al-An’am 151, نحن نرزقهم و اياكم Al-Isra 31. Khitab para ayat pertama ditujukan kepara fakir miskin dengan dalil من املاق rizki mereka menurut mereka lebih penting dari para rizki anak-anak mereka, maka dikedepankanlah janji untuk memberi rizki kepara mereka atas anak-anak mereka. Khitab pada ayat kedua ditujukan kepara orang-orang kaya dengan dalil خشية املاق karena خشية  buat sesuatu yang belum terjadi, maka dikedepankanlah janji memberi rizki kepara anak-anak mereka atas mereka. Contoh kedua : لاخير فى كثير من نجواهم الا من أمر بصدقة أو معروف أو اصلاح بين الناس An-Nisa 114, Sesungguhnya Allah telah menerangkan bahwasanya kebaikan itu dapat diperoleh dengan memberi manfaat atau mencegah mudharat. Menyalurkan kebaikan bisa dilaksanakan dengan materi atau rohani. Menyalurkan kebaikan secara rohani dapat dilakukan dengan pekerjaan yang baik dan amar ma’ruf nahi munkar. Adapun menyalurkan kebaikan secara materi yaitu dengan bersedekah. Sedangkan mencegah mudharat dapat dilakukan dengan Ishlah antar sesama manusia, ayat ini telah mengumpulkan segala kebaikan.24
                
B. Munasabat antar ayat
Sebelum kita menghubungkan suatu ayat dengan yang lainnya terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah ayat tersebut penyempurna ayat sebelumnya atau independen dengan artian tidak mempunyai korelasi apapun, lalu kemudian kita mencari indikasi munasabah ayat tersebut dengan sebelumnya, disitulah terdapat banyak ilmu, begitu juga munasabat antara surat dengan yang lainnya.23 Kalau seandainya ayat tersebut penyempurna ayat sebelumnya maka tidak dibutuhkan pemikiran yang dalam dikarenakan jelasnya munasabat antara ayat tersebut. Dengan demikian kita akan mendapatkan dengan jelas kondisi-kondisi ayat sebagai berikut :
 
1. Tidak adanya penyempurna arti ayat pertama sehingga membutuhkan kepada ayat kedua, seperti  yang terdapat para awal surat As-Shaffat dan Mursalat, Al-Qori’ah dll
 
2. Ayat kedua menjadi sifat dari kalimat yang ada pada ayat pertama, contoh: ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين , الذين يؤمنون بالغيب و يقيمون الصلاة  
3. Ayat kedua menjadi tafsiran ayat pertama, seperti : ان الانسان خلق هلوعا , و اذا مسه الشر جزوعا , واذا مسه الخير منوعا  Al-Ma’arij 
 
4. I’tiradl (selipan), seperti yang dipaparkan oleh As-Suyuti adalah mendatangkan suatu jumlah atau lebih yang tidak ada tempatnya dalam I’rob dipertengahan suatu pembahasan atau dua pembahasan tetapi maknanya saling bersambung.24 contoh : فلا أقسم بمواقع النجوم , وانه لقسم لو تعلمون عظيم انه لقرآنكريم  Al-waqi’ah  75,76,77. Qasam para ayat pertama bertentangan dengan jawab qasam para ayat kedua و انه لقسم   juga bertentangan dengan sifat qasam لو تعلمون . I’tirod para tiga ayat ini  bertujuan untuk membesarkan sesuatu yang disumpah dan untuk memberitahu kepara manusia sesungguhnya sesuatu yang disumpahkan tadi memiliki keagungan yang yang tidak diketahui. 
 
5. Badal (pengganti) , contoh : انك لتهدى الى صراط مستقيم , صراط الله الذى له ما فى السماوات و ما فى الأرض As-Syuro, لنسفعا بالناصية , ناصعة كاذبة خاطئة Al-A’laq 15,16.
 
6. Ayat kedua sebagai penekanan terhadap isi ayat pertama, contoh : قل يآأيها الذين هادوا ان زعمتم أنكم أولياء لله من دون الناس فتمنوا الموت ان كنتم صادقين , و لا يتمنونه أبدا نما قدمت أيديهم و الله عليم بالظالمين  Al-Jum’ah. 
 
7. Ayat kedua menjadi alasan bagi hukum yang tertera pada ayat pertama, contoh : يآأيها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص فى القتلى،  sampai ayat ولكم فى القصاص حياة يآأولى الألباب
 
8. Ayat kedua menjadi sebab dari ayat pertama, contoh : الم تر الى الذين أوتوا نصيبا من الكتاب يدعون الى كتاب الله ليحكم بينهم ثم يتولى فريق منهم وهم معرضون,ذلك بأنهم قالوا لن تمسنا النار الا أياما معدودات و غر هم فى دينهم ماكانوا يفترون Ali Imran 23,24
 
9. Isi kandungan ayat kedua sebagai penekanan terhadap isi kandungan ayat pertama, contoh : يآأيها الذين آمنوا لم تقولوا مالا تعلمون , كبر مقتا عند الله أن  تقولوا مالاتعلمون As-Shaf  2,3 
Adapun jika suatu ayat independen (tidak mempunyai korelasi apapun) dengan ayat sebelumnya, ayat yang demikian mempunyai dua kondisi :
A.     Ayat kedua ma’thufah atas ayat pertama dengan huruf athaf  yang seiring dalam hukum, kondisi ayat seperti ini dibutuhkan pengikat untuk menggabung keduanya seperti ikatan berlawanan, seperti ayat rahmah setelah ayat azab, ayat targhib setelah ayat tarhib atau sebaliknya. Contoh: ان الأبرار لفى نعيم , وان الفجار لفى جحيم Al-infithar, فامامن أوتى كتابه بيمينه فيقول هاؤم اقرؤوا كتابيه , و أما من أوتى كتابه بشماله فيقول ياليتنى لم أوت كتابيه Al-Haqoh. 
    B. Jika ayat kedua tidak ma’thuf atas ayat pertama, maka harus ada pengikat yang  menyambung kalam, sehingga ayat kedua menempati bagian kedua dari ayat pertama, dengan sebab-sebab sebagai berikut :
 
1. Tanzhir, memasukan suatu ayat kepara ayat lain, uslub ini banyak dipakai oleh orang-orang terpelajar.contoh : كما أخرجك ربك من بيتك بالحق و ان فريقامن المؤمنين لكارهون setelah ayat أولئك هم المؤمنون حقالهم درجات عند ربهم و مغفرة و رزق كريم Al-Anfal 4,5. Nabi Muhammad SAW telah mengetahui sedikitnya jumlah kaum muslimin dalam hari-hari peperangan badr melawan tentara kafir yang banyak, kemudian Nabi SAW berkata : barang siapa yang dapat membunuh atau menangkap musuh maka ia akan mendapatkan ganjarannya berupa sekian (كذا و كذا). Setelah kaum muslimin menang dan mendapatkan ghanimah sebagian orang muslim berkata : hai Rasulullah sesungguhnya sebagian kaum dari shahabatmu telah mengorbankan diri mereka demi kamu dan mereka tidak pernah merasa pelit untuk mengorbankan diri mereka, tapi mereka hampir menzhalimi kamu. Kalau kamu memberikan kepara mereka(ghanimah) bagaimana nasib yang lainnya. Ketika mereka berselisih turunlah ayat  قل الأنفال لله و الرسول, maka mereka tidak meneruskan permintaan mereka (ghanimah) namun mereka memendam kebencian dalam hati mereka.25 Disisi lain ketika Rasul SAW mengajak mereka berjihad para perang tersebut mereka pun menolak bahkan mereka sibuk dengan dagangan mereka masing-masing. Kebencian mereka terhadap ghanimah seperti kebencian mereka untuk berjihad.26 Padahal  dalam berjihad itu adalah kebaikan dan kemenangan serta kebangkitan bagi agama islam, beginilah apa yang dilakukan mereka terhadap ghanimah maka taatilah segala apa yang diperintahkan oleh Rasul SAW dan tinggalkanlah hawa nafsu.27
 
2. Al-Mudhodah (kontradiksi), seperti pembahasan tentang surga dan neraka, rahmah dan azab, mu’min dan kafir.contoh : ان الذين كفروا من أهل الكتاب و المشركين  فى نار جهنم خالدين فيها أولئك هم شر البرية , ان الذين آمنوا و عملوا الصالحات اولئك هم خير البرية Al-bayyinah 6,7.
 
3. Al-Istithrod, Abu Hilal Al-Askary mendefinisikannya dengan memberi contoh adalah seorang pembahas mengartikan sebuah ayat kemudian di saat ia mengartikan ayat tersebut dia mengartikan ayat yang lain dengan mengkorelasikan kepara ayat pertama, dan menjadikan ayat pertama sebagai sebab dari arti ayat kedua. Contoh, ومن آياته أنك ترى الأرض خاشعة, فاذا أنزلنا عليها الماء اهتزت و ربت و أنبتت من كل زوج بهيج pada ayat ini Allah memberitahukan bahwasanya Dialah yang menurunkan hujan dan menghidupkan tanah yang tandus, kemudian Allah SWT berfirman : ان الذى أحياها لمحى الموتى ayat ini menunjukkan kekuasaan Allah dalam menghidupkan yang sudah mati, dan mematikan yang hidup dengan bukti yang tertera para ayat pertama. Para awalnya tidak terdetik dalam fikiran pendengar ayat ini adanya bukti kudrat Allah dalam menghidupkan yang mati, yang terdetik waktu mendengar ayat pertama adalah bahwa Allah yang menurunkan hujan dan menghidupkan tanah yang tandus. Tetapi setelah melihat ayat kedua maka akan terlihat persamaan ma’na antara keduanya.28 Contoh Istithrod pada ayat yang tidak ada korelasinya dengan ayat yang lain dan tidak ma’thuf dengan ayat sebelumnya : يآ بنى آدم قد أنزلناعليكم لباسا يوارى سوءاتكم وريشاو لباس التقوى ذلك ير ذلك من آيات  الله لعلهم يذكرون Al-A’raf 26. Sebelum ayat ini ada beberapa ayat yang memaparkan kisah Adam dan istrinya serta gangguan syeitan terhadap mereka. Para ayat ini Allah telah membalikkan satu tema ke tema yang lain dimana kita hampir tidak merasakannya.29
 
4. Husn At-takhollus (penyimpulan yang bagus) adalah perpindahan dari suatu pembahasan kepara maksud ayat dengan mudah dengan mengambil arti yang dalam pada ayat pertama di mana pendengar tidak merasakan perpindahan arti awal ke arti ayat kedua. Contoh : surat Al-A’raf yang tertera di dalamnya tentang para nabi dan umat-umat, kisah tujuh puluh orang yang didoakan oleh nabi Musa dan seluruh umatnya firman Allah : واكتب لنا فى هذه الدنيا حسنة و فى الآخرة kemudian jawaban Allah قال عذابي اصيب به من أشاء و رحمتى و سعت كل شئ yang mendapatkan rahmat adalah mereka yang mengikuti rasulnya dan mengikuti perangainya yang mulia.30 
 
5. Husnul  Mathlab, hampir sama dengan poin di atas Az-Zinjany dan At-Tiby mendefinisikannya seperti yang dinukil oleh As-Suyuti : kembali ke maksud atau tujuan ayat setelah adanya perantara. Contoh : اياك نعبد و اياك نستعين.31
 
6. Perpindahan dari suatu pembahasan ke pembahasan yang lain untuk membuat semangat pendengar  terpisah dengan huruf isyarah, seperti هذا firman Allah : هذا ذكر و ان للمتقين لحسن مآب surat shod 49 ص setelah menyebuntukan tentang orang-orang yang bertaqwa dan ganjaran mereka, Allah berfirman هذا وان للطاغين لشر مآب , ص 55.32
 
II. Korelasi antar Surat
 
A.     Munasabat nuzum surat, contoh : يآأيها الذين آمنوا اذا قمتم الى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وجوهكم و أيديكم الى المرافق . Al-Maidah 6. Diawal surat ini Allah menganjurkan kepada orang yang beriman supaya menepati segala macam perjanjian, kemudian mengingatkan kepara kita bahwasanya Allah telah memberikan dua macam kenikmatan yaitu nikmat makanan dan nikah. Kemudian Allah menjelaskan tentang apa-apa yang dihalalkan dan apa-apa yang diharamkan baik itu dari makanan ataupun yang lainnya. Dikedepankannya masalah makanan karena lebih banyak dibutuhkan dari yang lainnya. Allah telah memberikan hak-hak hambanya sesuai dengan 5 ayat pertama dari surat maidah, pada ayat ini Allah meminta haknya sebagai tuhan yaitu untuk disembah dengan melalui sholat dan sholat tidak akan shah tanpa Thaharoh.33
  
B.     Munasabat antara pembukaan surat dengan akhir surat sebelumnya : 
 
               1. Munasabah Ma’nawiyah, Imam Zarkasyi berkata: “Kalau kamu perhatikan   pembukaan setiap surat maka kamu akan mendapatkan banyak munasabat dengan akhir surat sebelumnya, kemudian munasabah tersebut kadang-kadang tidak tampak dan kadang-kadang tampak, seperti pembukaan surat Al-an’am dengan pujian bagi Allah dan akhir surat maidah dengan qhada (hukuman) bagi kaum nasrani yang menyembah Isa AS. Seperti firman Allah para surat Az-Zumar 75 و قضى بينهم بالحق و قيل الحمد لله رب العالمين  . Pembukaan surat Al-Hadid dengan tasbihسبح لله   dan penutupan surat Al-Waqi’ah dengan perintah untuk bertasbih dengan nama Allah  فسبح باسم ربك العظيم.34
               2.  Munasabah Lafziyah, seperti akhir surat Al-isro dan awal surat Al-Kahfi dimana surat isro diakhiri dengan الأمر بالحمد sedangkan Al-Kahfi dibuka dengan الحمد  munasabah ini juga termasuk munasabah ma’nawiyah. Akhir surat Al-Isra و قل الحمد لله الذى dan awal surat Al-Kahfi الحمد لله الذى أنزل على عبده الكتاب و لم يجعل له عوجا. Juga seperti Akhir surat At-Thur ومن الليل فسبحه و ادبار النجوم dan awal surat An-Najm و النجم اذا هوى  .35
 
      C.  Munasabat antara pembukaan surat dengan pembukaan surat sebelumnya, seperti pembukaan surat Al-Isra dengan tasbih dan pembukaan surat Al-Kahfi dengan Tahmid, karena tasbih dikedepankan dari tahmid سبحان الله و الحمد لله awal surat Al-Isra سبحان الذى أسرى بعبده, awal surat Al-Kahfi الحمد لله الذى أنزل على . 
      
       D. Kemiripan maksud atau tujuan surat dengan surat sebelumnya, keduanya memiliki tujuan yang sama atau hampir sama. Seperti yang terdapat para surat Ad-Dhuha dan As-Syarh keduanya menerangkan tentang pemberian nikmat yang berlimpah kepara Nabi Muhammad SAW, dan perangai Nabi SAW yang mulia yang tidak diberikan kepara yang lain. Juga para surat al-Falaq dan An-Nas dimana tujuan dan maksud keduanya satu yaitu berlindung kepara Allah dari kejahatan para ciptaannya baik itu manusia atau jin.
     
       E. Arti surat sebagai pasangan dari arti surat sebelumnya, seperti yang terdapat para surat Al-Ma’un dan Al-Kautsar. Imam Zarkasyi berkata “Dari kelembutan surat al-Kautsar adalah seperti pasangan untuk ayat sebelumnya” pada surat al-ma’un Allah menyebutkan ciri-ciri orang munafiq ada empat :1. bakhil 2. meninggalkan sholat 3. riya’ dalam ibadah 4. tidak membayar zakat. Pasangan pertama انا أعطيناك الكوثر  harta yang melimpah, pasangan kedua فصل  sholatlah dengan rutin, pasangan ketiga لربك demi ridho tuhanmu bukan demi manusia, pasangan keempat وانحر dan bersedekahlah dengan berkurban. Munasabah ini dianggap sebagai munasabat yang menakjubkan.36
      
        F. Akhir surat sebagai sebab dari pembukaan surat setelahnya, seperti para dua  surat Al-Fil dengan Quraisy. Imam Zarkasyi berkata, perhatikanlah korelasi surat لايلاف قريش dengan surat Al-Fil, Sampai-sampai Al-Akhfash berkata korelasi kedua surat tersebut seperti firman Allah dalam surat Al-Qishosh7 فالتقطه آل فرعون ليكون لهم عدوا و حزنا.37
 
Penutup
               
               Dengan berakhirnya pembahasan munasabat antar surat tadi berakhirlah pembahasan tentang ilmu munasabat yang penulis paparkan. Banyak lagi contoh-contoh yang lain tentang ilmu munasabat yang penulis sengaja tidak cantumkan para makalah ini. Disebabkan oleh banyaknya contoh-contoh munasabat dalam Al-Quran yang dapat  kita lihat dalam buku-buku tafsir dan ulum Al-Quran. Hampir semua ayat dan surat dalam Al-Quran mempunyai korelasi satu sama lainnya, Imam Zarkasyi berkata “Kalau sudah terbukti adanya munasabat antar surat Al-Quran bagaimana dengan munasabat antar ayat-ayat Al-Quran satu sama lainnya, seakan-akan Quran adalah satu kalimat”38 Kita sebagai pelajar para umumnya dan sebagai calon mufassir para khususnya dituntut untuk mengetahui korelasi setiap ayat dan surat Al-Quran dengan merujuk kepara buku-buku tafsir dan ulum Al-Quran sehingga kita akan mendapatkan I’jaz Qurany. Dalam mengkorelasikan surat atau ayat al-Quran bukan saja dibutuhkan ilmu nahwu, balaghoh, ma’ani dan ilmu badi tetapi juga ilmu kalam sehingga kita akan memperoleh  i’jaz balaghi dan i’jaz ilmi. Wallahu A’lam bi-l-Shawab [ ]